bvn/r
TANGGAPAN – Pembacaan tanggapan DPRD Bali terhadap pendapat Pj. Gubernur terkait Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Peternak padaRapat Paripurna DPRD Bali, Rabu (14/8/2024).
DENPASAR (BALIVIRALNEWS) –
DPRD Provinsi Bali memberikan tanggapan atas pendapat Pj. Gubernur Bali terkait Raperda Inisiatif DPRD Bali tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Peternak. Tanggapan ini disampaikan DPRD Bali melalui juru bicara I Kade Darma Susila, SH, dalam Rapat Paripurna ke-20 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024, Rabu (14/8/2024).
Rapat paripurna tersebut dipimpin oleh Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama bersama Wakil Ketua Nyoman Sugawa Korry dan Nyoman Suyasa serta mayoritas anggota DPRD Provinsi Bali. Hadir juga Pj. Gubernur Bali SM Mahendra Jaya bersama pimpinan OPD serta ratusan undangan lainnya.
Menurut Darma Susila, pembentukan Raperda Provinsi Bali tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Peternak sangat terkait dengan ketentuan Pasal 11 ayat (2) huruf c dan Pasal 11 ayat (3) huruf c Undang-undang (UU) No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya sebagai bagian dari urusan pemerintahan pilihan. Dengan begitu pengaturan perlindungan dan pemberdayaan peternak, merupakan aktualisasi dari Undang-undang Pemerintahan Daerah dalam rangka penyediaan pangan dan peningkatan sektor peternakan di Provinsi Bali.
Inisiatif Dewan dalam penyusunan Raperda Provinsi Bali tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Peternak, bertujuan untuk mengatur Kewenangan Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Pilihan antara Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di bidang Pertanian, sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 12 ayat (3) huruf c UU Nomor 9 Tahun 2015 Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pada lampiran yang mengatur khususnya Sub Urusan Daerah Provinsi tentang Sarana Pertanian, Prasarana Pertanian, Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner disebutkan, pelaksanaan perlindungan dan pemberdayaan peternak dapat meliputi pengawasan peredaran sarana pertanian/peternakan; pengelolaan sumber daya genetik (SDG) hewan; pengawasan benih ternak, pakan, hijauan pakan ternak (HPT) dan obat hewan; pengawasan mutu dan peredaran benih/bibit ternak dan tanaman pakan ternak serta pakan di lintas daerah kabupaten/kota; pengawasan peredaran obat hewan di tingkat distributor; pengendalian penyediaan dan peredaran benih/bibit ternak, dan hijauan pakan ternak lintas daerah kabupaten/kota; penyediaan benih/bibit ternak dan hijauan pakan ternak yang sumbernya dari daerah provinsi lain; pengelolaan wilayah sumber bibit ternak dan rumpun/galur ternak; penjaminan kesehatan hewan, penutupan dan pembukaan daerah wabah penyakit hewan menular lintas daerah kabupaten/kota; pengawasan pemasukan dan pengeluaran hewan dan produk hewan lintas daerah provinsi; penerapan persyaratan teknis sertifikasi zona/kompartemen bebas penyakit dan unit usaha produk hewan; sertifikasi persyaratan teknis kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan; penerbitan izin pembangunan laboratorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner di daerah provinsi.
Menurutnya, peternak memiliki peran utama dan sentral dalam memberikan kontribusi pembangunan ekonomi perdesaan. Namun, pada kenyataannya peternak belum optimal dalam memperoleh sarana produksi, pembiayaan usaha ternak, dan akses pasar.
Atas dasar permasalahan yang dihadapi peternak tersebut, tegasnya, diperlukan upaya pengaturan untuk melindungi dan memberdayakan peternak yang dilakukan oleh pemerintah dan khususnya pemerintah daerah serta seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri, maupun bersama, dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar peternak dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan berdaya saing, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan bagi peternak.
Pada kesempatan itu, DPRD Bali juga memberikan apresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada Pj. Gubernur, yang menyambut baik dan memberikan apresiasi atas inisiatif Dewan dalam mengusulkan Raperda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Peternak.
Pihaknya menghargai pendapat dan saran Saudara Pj. Gubernur agar judul raperda diubah, yang semula ‘‘Perlindungan dan Pemberdayaan Peternak’’ diubah menjadi “Pemberdayaan Peternak”.
Atas pendapat dan saran tersebut, pihaknya menyampaikan hal-hal sebagai berikut.
Pertama, untuk memberikan kepastian hukum dalam perlindungan dan pemberdayaan peternak diperlukan pengaturan yang komprehensif menyangkut baik “perlindungan” peternak maupun “pemberdayaan” peternak.
Kedua, Raperda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Peternak memedomani asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam perumusannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan. Selain itu, terdapat beberapa asas yang melandasi Perlindungan dan Pemberdayaan Peternak yakni merujuk pada ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta Undang-undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yaitu kemanfaatan dan keberlanjutan, keamanan dan kesehatan, kerakyatan dan keadilan, keterbukaan dan keterpaduan, kemandirian, kemitraan, keprofesionalan, kedaulatan, dan kebersamaan.
Ketiga, hasil kajian, konsultasi dan penyelarasan terkait dengan judul Raperda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Peternak mempertegas pengertian dan pemahaman bahwa perlindungan peternak adalah segala upaya untuk membantu peternak dalam menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan peternak untuk melaksanakan usaha ternak yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Peternakan, konsolidasi dan jaminan luasan lahan peternakan, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, penyediaan akses pembiayaan, serta penguatan kelembagaan peternak.
Selain itu, terdapat masukan terkait dengan penguatan materi mengenai kesehatan hewan, pendataan wilayah, serta perlindungan harga dan produk hewan dalam negeri yang tidak stabil sehingga berdampak pada peternak.
Keempat, mengingat Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Peternak dibentuk berdasarkan kewenangan atributif, maka dasar hukum yang digunakan yakni Pasal 18 ayat (6) UUDN RI Tahun 1945, Undang-undang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Pembentukan Daerah, sesuai angka 39 Lampiran II Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan.
Pengaturan secara materiil seperti Undang-undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan peraturan terkait mengenai peternakan sudah dicantumkan ke dalam Naskah Akademik khususunya Bab III mengenai Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-undangan Terkait dimana Bab ini memuat hasil kajian terhadap peraturan perundang-undangan terkait yang memuat kondisi hukum yang ada, keterkaitan undang-undang dan peraturan daerah baru dengan peraturan perundang-undangan lain, harmonisasi secara vertikal dan horizontal, status dari peraturan perundang-undangan yang ada, termasuk peraturan perundang-undangan yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku serta peraturan perundang-undanganyang masih berlaku karena tidak bertentangan dengan peraturan daerah yang baru.
Kelima, secara substansi pengaturan materi muatan menyesuaikan dengan kewenangan pemerintah daerah berdasarkan UU, PP, dan Permentan, yakni terdapat beberapa kewenangan Pemerintah Daerah yang tercantum dalam aturan tersebut harus diakomodir dalam Raperda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Peternak guna memberikan kepastian hukum untuk menyelesaikan permasalahan peternakan di Bali. (sar)