bvn/sar
KEJAHATAN SIBER – Kanit 4 Subdit V Ditreskrimsus Polda Bali I Made Martadi Putra memaparkan materi kejahatan siber saat media gathering OJK Bali, Senin (11/12/2023).
BANGLI (BALIVIRALNEWS) –
OJK Provinsi Bali, Senin hingga Selasa (12/12/2023) menggelar media gathering di sebuah hotel di bilangan Kintamani, Bangli. Media gathering membahas topik “Kejahatan Siber” dengan narasumber I Made Martadi Putra, Kanit 4 Subdit V Ditreskrimsus Polda Bali dan materi “Pier to Pier Lending” dengan narasumber Made Wisnu Saputra, Wakil Ketua Bidang Hubungan Masyarakat Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI).
Acara yang dibuka Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Pudji Rahayu tersebut diikuti oleh puluhan wartawan dari media cetak, elektronik dan media online. Selain itu, hadir juga Deputi Direktur Pengawasan LJK 2 dan Perizinan OJK Bali Yan Jimmy Hendrik Simarmata dan Direktur Pengawasan LJK Ananda R. Mooy.
Pada diskusi yang dipandu Gusti Bagus Adi Wijaya, Made Martadi Putra menyatakan, kejahatan siber crime yang ditanganinya meliputi penipuan online, ujaran kebencian, illegal acces, hacking/cracking, phishing, malware, pornografi online, judi online, pencemaran nama baik, dan pemerasan/pengancaman. “Sementara modus kejahatan siber meliputi scam, phishing, social engineering, sniffing, dan money mule,” tegasnya.
Dia memaparkan, ciri-ciri kejahatan siber antara lain toko online palsu dengan harga murah, mengaku sebagai petugas ekspedisi/Bea Cukai, bukti transaksi palsu, provokatif, dan memberi keuntungan/profit terlebih dahulu. Ciri lainnya berupa, meminta data pribadi/password/kode OTP, dan berpura-pura menjadi orang dikenal/perusahaan.
Selanjutnya, Made Mertadi Putra menyatakan, kejahatan siber berpotensi dapat terjadi kapan saja dan di mana saja serta menimpa siapa saja. Tanpa kita sadari, kita pun dapat menjadi korban kejahatan siber terbaru. Karena itu, dia meminta masyarakat jangan mudah percaya dan memberikan data pribadi di internet. “Think before click, saring sebelum sharing,” tegasnya.
Dia menegaskan, tidak ada sistem keamanan yang benar-benar aman, tetapi untuk situs profesional seperti Facebook, Twitter, internet banking dan lain-lain, celah keamanan yang sering dimanfaatkan hacker adalah kelengahan penggunanya.
Sementara Made Wisnu Saputra, Wakil Ketua Bidang Hubungan Masyarakat Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) menegaskan, masih maraknya pinjol online disebabkan celah/gap pendanaan yang masih besar mencapai Rp 1.650 triliun yang belum terlayani perbankan. Selain itu, masih banyak masyarakat yang belum layak mendapatkan pendanaan dari bank fintech pendanaan bersama.
Penyebab lainnya, katanya, minim melakukan pengecekan legalitas, mudah tergiur pinjaman cepat dan bernilai besar, adanya nasabah nakal yang sengaja tidak membayar, penghasilan nasabah tidak cukup, serta gali lubang tutup lubang. “Satu lagi kemudahan membuat aplikasi/situs/web bahkan ketika sudah diblkjir dapat menggunakan nama lain dengan pelaku yang sama,” tegasnya.
Dia pun memaparkan peran AFPI dalam pengawasan dan perkembangan industri fintech P2P lending. Di antaranya menyangkut advokasi kebijakan dan sertifikasi. Sertifikasi menyangkut upaya menjaga kompetensi SDM industri guna tercipta ekosistem bisnis yang sehat dan berkelanjutan. Sertifikasi diberikan untuk direksi, komisaris dan pemegang saham, supervisory dan desk colection.
AFPI juga memberikan edukasi dan literasi bekerja sama dengan OJK, BI, dan industri jasa keuangan. Selanjutnya AFPI membentuk fintech data center serta menegakkan kode etik. AFPI bertindak sebagai badan pengaturan mandiri yang memantau 101 penyelenggara LPBBTI.
Setelah menyampaikan materi, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Kalangan jurnalis yang hadir sangat antusias mempertanyakan kasus-kasus kejahatan siber yang terjadi serta penanganannya oleh pihak kepolisian. (sar)