bvn/sar
KUNJUNGAN KE TPST – Tim K-Eco Korea melakukan kunjungan lapangan di TPST Badung di Mengwitani, Jumat (9/8/2024).
MANGUPURA (BALIVIRALNEWS) –
Ketua Sementara DPRD Kabupaten badung kembali menegaskan, K-Eco ini merupakan satu perusahaan di bawah Pemerintah Korea yang bertanggung jawab penuh terhadap clear dan clean sampah di negeri ginseng tersebut. “Jadi mereka sudah berpengalaman dari tahun 1986 sampai sekarang,” ujarnya kepada wartawan Jumat (9/8/2024) usai rombongan K-Eco Korea ini melakukan kunjungan lapangan ke TPST Mengwitani.
Outputnya, tegas Parwata, Korea justru kekurangan sampah. Selanjutnya, Kabupaten Badung akan mengadopsi peraturan atau regulasi di Korea yang dilaksanakan oleh K-Eco. “Kita akan pedomani dan pemerintah akan menyesuaikan regulasinya,” tegasnya.
Dia menyatakan, ada model dari sharing diskusi ini yang akan diambil bagaimana regulasi ini dibuat. Holdingnya dalam penanganan sampah adalah pemerintah. Jadi ada perusahaan dari pemerintah yang akan menangani sampah ini. Selanjutnya di sekeliling pemerintah ini ada perusahaan-perusahaan swasta yang akan mengambil sampah dan memilahnya.
Kenapa dipilah, menurut Parwata, supaya sampah ini mempunyai nilai ekonomi. “Kalau sampah diambil lalu dibakar, tidak ada multiplayer effect dan nilai ekonomis. Value ekonominya zero. Tak boleh ini terjadi karena itu adalah potensi. Sampah ini adalah potensi ekonomi yang bisa dibangun,” ungkapnya.
Jadi yang benar adalah, ujar Parwata, membuat regulasi. Bagaimana regulasi untuk sampah bisa dibuat. Tidak hanya ujug-ujug bersih, zerowise, berarti kita meninggalkan nilai ekonominya,” katanya.
Mereka ini (pihak K-Eco, red) berpengalaman, bukan hanya membakar tetapi mempunyai pengalaman membuat regulasi, membuat masyarakat hidup dan membuat bersih serta meningkatkan nilai ekonomi. “Makanya pemerintah ada, usaha-usaha di sekelilingnya ada, dan modalnya dibantu oleh pemerintah. Kita kan punya bank, pengusaha-pengusaha yang tergabung dalam pengelolaan sampah ini modalnya dibantu oleh pemerintah,” katanya lagi.
Regulasinya dibuat sehingga setiap desa mempunyai kelompok-kelompok usaha pemilah sampah. Jaminannya pemerintah membeli. Setelah membeli, pemerintah mengolah mana yang diolah dari plastik, mana dari kaleng, mana diolah oleh kertas, mana yang memang betul harus terbuang. Di sinilah yang namanya circle, yang memang bisa bermanfaat.
Karena itu, kita perlu belajar membuat regulasi. Bukan pabriknya dulu tetapi regulasinya. Dengan begitu, hulu hilirnya nyambung. Inilah yang perlu kita pahami. Sementara di Badung ini berpikir, bagaimana menghabiskan sampah, tetapi K-Eco bagaimana meningkatkan nilai ekonomi dari sampah. Supaya sampahnya bersih, uangnya didapat oleh rakyat.
Dia menjelaskan, untungnya pemerintah clear and clean. Begitulah kesimpulan yang akan kita dapat, lalu K-Eco dan tim akan memberikan kita referensi apa yang sudah dikerjakan lalu kita akan bandingkan dengan regulasi kita. “Kalau kita kan ingin cepat-cepat, sekarang hamil sekarang lahir. Kalau dia tidak, penelitian dan dirumuskan oleh tim lalu dirumuskan dalam sebuah konsep lalu diaplikasikan,” katanya.
Saat ditanya dari hasil kunjungan lapangan, teknologi apa yang tepat diterapkan di Badung, ujar Parwata, yang masih menjadi kesimpulan sementara bahwa pertama regulasi harus dibuat. Setelah itu, pemerintah hadir sebagai holding. Lalu dalam peraturan pemerintah mengajak pengusaha lokal desa untuk membangun ekonomi sirkuler. Kemudian ekonomi sirkuler ini akan dibantu oleh pemerintah. Begitu regulasinya sehingga terakhir sisa yang memang harus diolah baru dibuatkan TPST zerowise. “Yang bisa diolah plastik dan bahan-bahan lainnya dan bisa memberi nilai ekonomi. Dengan begitu perputaran ekonomi bisa ke dalam, bisa menghidupkan ekonomi kerakyatan. Itu model yang akan kita capai tetapi sekarang kita tiru apa regulasi yang bisa tiru baik, bagaimana regulasi yang harus diperbaiki,” katanya.
Dia pun tak menampik bahwa konsep K-Eco Korea ini masih perlu waktu. “Ya masih perlu proses. Makanya secara empiris, dia harus mencari data. Bagaimana data ini bisa didapat di lapangan. Bagaimana regulasi yang didapat dari pemerintah akan disesuaikan dengan apa yang sudah dibuat oleh K-Eco regulasi di Korea,” ujarnya.
Kesimpulan sementara yang didapat di lapangan, ujarnya, banyak sampah yang mempunyai nilai ekonomi tetapi belum dinikmati oleh masyarakat secara ekonomi. “Ini kesimpulan mereka setelah melakukan kunjungan lapangan ke TPST Mengwitani,” ungkapnya.
Sebelumnya Tim K-Eco yang dipimpin Director Department of Resource Recirculatin Ok, Seung-Cheol melakukan kunjungan lapangan ke TPST Badung di Mengwitani. Mereka melihat dari dekat pengelolaan sampah mulai pemilahan kemudian pengolahannya. Tim K-Eco diterima oleh salah satu staf ahli di Pemkab Badung bersama perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Badung. (sar)