Beranda Ekonomi Harga Cabai Melambung, Petani kian Sumringah

Harga Cabai Melambung, Petani kian Sumringah

Hosting Indonesia

Petani cabai.

 

MANGUPURA (BALIVIRAL NEWS) –

Cuaca mendung dengan  angin yang sepoi-sepoi tidak mematahkan semangat para petani di Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Badung melakukan aktivitasnya. Mereka bersemangat untuk merawat cabai yang sudah ditanamnya beberapa bulan lalu.

Kini cabai yang ditanamnya itu sudah siap panen saat harga cabai melambung tinggi. Para petani cabai pun kini bisa memetik hasil yang luar biasa dengan  harga cabai meningkat mencapai 50 persen dari harga biasanya.

I Made Suendi salah satu petani cabai di Desa Sangeh, Abiansemal pun mengaku sangat bersyukur karena harga cabai kini masih tinggi. Ia mengatakan, tingginya harga cabai jarang terjadi, biasanya harga cabai tinggi menjelang hari raya. “Biasanya dalam setahun kita bisa prediksi harga cabai, yakni saat hari raya galungan, Idul Adha, Natal dan Tahun Baru itu pasti meningkat,” katanya saat ditemui di kebun cabainya.

Pria asal Banjar Pempatan, Desa Sembung, Kecamatan Mengwi ini mengaku tingginya harga cabai di Bali karena adanya erupsi Gunung agung beberapa waktu lalu. Hal itu kata dia petani cabai di Bangli kususnya di Kintamani tidak bisa menanam cabai. “ Penanaman cabai itu bergantung pada iklim. Saya menanam padi saat erupsi, karena melihat saat erupsi petani di Kintamani tidak akan bisa menanam cabai,” katanya.

Lonjakan harga cabai pun menurutnya kini lumayan pantastis hingga mencapai 50 persen. Biasanya ia menjual cabai dengan harga Rp 20 ribu perkilo. Namun kini ia bisa menjual hasil panennya dengan harga Rp 40 perkilo.

“Peningkatan harga ini terjadi dari menjelang Galungan kemarin. Usai kuningan harga cabai kembali turun namun tidak tinggi, hanya Rp 10 ribu perkilonya. Jadi  saya menjual dengan harga Rp30 ribu perkilo,” paparnya sembari mengatakan kalau harga normal biasanya saya jual Rp 20 ribu perkilo.

Baca Juga  PPKM Diperpanjang, Layanan Restoran dan Mall Diperlonggar hingga Pukul 22.00

Pihaknya pun mengaku, hasil panennya tersebut dijual ke pengepul yang biasa menjual cabai di Pasar Mengwi. Dengan harga yang meningkat, pihaknya pun terpaksa harus memberikan obat cabainya untuk bisa panen lebih awal. “Dengan luas lahan 40 are ini saya panen cabai bisa tiga kali sehari. Cabai pun saya beri obat agar cepat bisa panen disaat harga tinggi,” katanya.

Disinggung mengenai apakah tidak bahaya mengunakan obat mempercepat panen tersebut, pria yang sudah 15 tahun menjadi petani cabai itu mengatakan tidak menjadi masalah. Yang jelas menurutnya penyemprotan obat tersebut diatur dan sesuai takaran. “Biasanya peningkatan harga cabai itu terjadi hanya satu minggu. Jadi kalau harga tinggi kita semprot cabai yang sudah tua namun masih hijau. Setelah disemprot tiga harinya akan menjadi merah dan siap panen,” ungkapnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, dengan luas tanah 40 are, pihaknya mengaku harus menyiapkan dana sebesar Rp 35 juta untuk menjadi petani cabai. Dengan luas tanah tersebut, pihaknya mengaku bisa menghasilkan 500 kg cabe  sekali panen. “Bibit cabainya saya beli, terus biaya pemeliharaan, pupuk, racun hama dan yang lainnya. Dari tanam hingga panen bisa menghabisakan Rp 35 juta,” jelasnya.

Pihaknya pun menjelaskan dari awal penanaman cabai hingga panen lamanya 110 hari. Saat sudah hari panen satu pohon bisa dipanen selama tiga kali. “Kalau hitung-hitung di harga normal bisa mendapatkan untung Rp 3 ribu per pohon. Tapi yang jelas dengan luas 40 are saya bisa panen 500 Kg,” pungkasnya.

Edited by Wes Arimbawa

Hosting Indonesia
Artikel sebelumyaIdul Adha, Badung Siapkan Tim Pemeriksa Hewan Kurban
Artikel berikutnyaKetut Mardjana Siap ”Ngayah” jika Dikehendaki